Ilmuwan Asal Amerika Mengaku Menemukan Antibodi Penetralisir MERS Sindrom Pernapasan Akut Asal Timur Tengah
news.viva.co.id |
Boston, Belakangan persebaran sindrom pernapasan akut
asal Timur Tengah mulai memicu kekhawatiran. Apa lagi kalau bukan karena
makin banyaknya korban berjatuhan akibat sindrom yang akrab disebut
MERS tersebut.
Sejauh ini vaksin atau pengobatan antivirus untuk
MERS sendiri belum pernah ditemukan. Hal ini tentu saja mendorong
sekelompok ilmuwan Amerika untuk menciptakan pengobatan yang dimaksud.
Dan titik terang mulai terlihat setelah tim peneliti dari Dana-Farber
Cancer Institute, Boston berhasil mengidentifikasi sejumlah antibodi
alami manusia, yang ternyata dapat melawan virus korona, penyebab MERS
(Middle East Respiratory Syndrome).
Setelah beberapa kali
melakukan percobaan di lab, peneliti menemukan bahwa antibodi
'penetralisir' ini dapat mencegah bagian terpenting dari virus korona,
atau biasa disebut MERS CoV, menempel ke reseptor protein dan membiarkan
virus ini menginfeksi sel-sel di tubuh manusia.
Ketua tim
peneliti, Wayne Marasco mengaku ia dan timnya menemukan antibodi MERS
ini setelah 'mengobok-obok' 27 miliar antibodi manusia yang telah
diciptakan dan disimpan dalam freezer milik institusi riset mereka,
Dana-Farber.
"Kelebihan antibodi penetralisir ini antara lain tak
hanya bisa mengenali virus tertentu, tapi juga mencegah virus tersebut
menginfeksi sel-sel induk, jadi pada akhirnya infeksi itu 'hilang' dari
individu yang terkena MERS," tutur Marasco seperti dikutip dari AFP, Kamis (1/5/2014).
Rencananya
pengobatan berbasis antibodi untuk MERS ini akan dikemas dalam bentuk
suntikan dan dapat melindungi orang-orang, terutama yang bekerja di
bidang kesehatan, dari serangan virus korona setidaknya selama tiga
minggu.
MERS yang mewabah di Timur Tengah pada 2012 ini dipicu
oleh virus yang masih berkerabat dekat dengan penyebab SARS (Severe
acute respiratory syndrome). Sama seperti SARS, MERS juga menyebabkan
batuk, demam dan pneumonia atau radang paru-paru yang mematikan.
Sumber berita DetikHealth
0 komentar:
Post a Comment