Kalangan Perbankan Masih Keberatan Dengan Pungutan yang Diberlakukan OJK
Kalangan perbankan masih keberatan dengan pungutan yang diberlakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 0,03-0,06% dari total aset. Pungutan yang progresif ini sudah berlaku mulai 1 Maret 2014.
Direktur Utama PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS) Herman Halim mengatakan, pihaknya keberatan dengan pemberlakuan pungutan tersebut, apalagi kalau harus ditarik dari total aset. Seharusnya, kata dia, penarikan pungutan untuk perbankan lebih tepat ditarik dari total kredit perseroan.
"Nggak bisa dong kalau dari aset. Aset kan tidak bisa dihitung sebagai likuiditas. Harusnya diambil dari outstanding kredit," kata Herman kepada detikFinance di Jakarta, Senin (3/3/2014).
Menurutnya, dengan pungutan OJK ini menyebabkan beban perseroan bertambah yang pada akhirnya akan dibebankan kepada nasabah. Hal ini, kata dia, bisa berpotensi tingginya kredit macet.
"Kalau ambil dari aset perlu dimonitor lagi aturannya. Ini menimbulkan risiko kredit. Risiko perlu di-cover harus diperhatikan," jelas dia.
Dia juga mengeluhkan banyaknya pungutan di industri keuangan saat ini. Hal ini bisa menyebabkan tingkat kesehatan bank menurun.
"APBN kita sudah bayar PPh, pajak obligasi, ada iuran LPS juga diambil 0,2% dari DPK. Terus sekarang OJK mungut lagi dari aset. Ini bertubi-tubi sepertinya," pungkas dia.
0 komentar:
Post a Comment