Misteri Penyumbang Emas Monas, Darimanakah Asalnya ?
wikimedia commons |
Terletak di jantung ibu kota Indonesia, di depan pusat kekuasaan negara,
ternyata Tugu Monas masih menyimpan sejumlah misteri, terutama tentang
penyumbang emas yang memoles jilatan api tugu. Tak ada dokumentasi siapa
saja yang menyumbangkan emas di Monas.
"Memang belum ada (dokumentasinya)," kata dosen sekaligus sejarawan Universitas Indonesia, Abbdurrahman, saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (9/5/2014).
Nama Teuku Markam yang disebut-sebut menyumbang emas itu memang bertebaran di internet, namun tak ada dokumentasi resmi atau buku-buku yang mencatat yang mengulas dan mengkonfirmasi benar atau tidaknya informasi itu. Abdurrahman sendiri mengakui informasi nama saudagar Aceh yang beredar itu belum bisa dikonfirmasi kebenarannya.
"Bisa jadi personal, bisa jadi dari dana revolusi itu (yang menyumbangkan emas di Monas). Di zaman Bung Karno memang ada dana revolusi," tutur mantan Ketua Program Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI ini.
Di era Bung Karno, imbuhnya, memang ada politik mercusuar yang membangun megaproyek atau landmark seperti Monas, kompleks Senayan, dan jembatan Semanggi. Untuk emas Monas, tak ada catatan yang bisa dikonfirmasi para sejarawan siapa yang menyumbangnya. Memang bertebaran nama saudagar Aceh yang menyumbang emas di Monas, namun tak satu pun ada bukti otentik yang bisa dibenarkan oleh sejarawan.
"Dari informasi-informasi selama ini kita tidak mendapatkan informasi seperti itu (saudagar Aceh yang menyumbang emas). Memang tidak terbuka secara data. Kalau Aceh yang nyata-nyata (menyumbang) itu dua pesawat itu ya Seulawah (pesawat RI pertama cikal bakal maskapai Garuda Indonesia, red). Kalau saja ada dokumen resmi," tuturnya.
Mengapa data penyumbang itu tidak tercatat dalam dokumen resmi? Abdurrahman menduga salah satu penyebabnya saat pergantian rezim dari Soekarno ke Soeharto, ada de-Soekarno-isasi
"Memang belum ada (dokumentasinya)," kata dosen sekaligus sejarawan Universitas Indonesia, Abbdurrahman, saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (9/5/2014).
Nama Teuku Markam yang disebut-sebut menyumbang emas itu memang bertebaran di internet, namun tak ada dokumentasi resmi atau buku-buku yang mencatat yang mengulas dan mengkonfirmasi benar atau tidaknya informasi itu. Abdurrahman sendiri mengakui informasi nama saudagar Aceh yang beredar itu belum bisa dikonfirmasi kebenarannya.
"Bisa jadi personal, bisa jadi dari dana revolusi itu (yang menyumbangkan emas di Monas). Di zaman Bung Karno memang ada dana revolusi," tutur mantan Ketua Program Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI ini.
Di era Bung Karno, imbuhnya, memang ada politik mercusuar yang membangun megaproyek atau landmark seperti Monas, kompleks Senayan, dan jembatan Semanggi. Untuk emas Monas, tak ada catatan yang bisa dikonfirmasi para sejarawan siapa yang menyumbangnya. Memang bertebaran nama saudagar Aceh yang menyumbang emas di Monas, namun tak satu pun ada bukti otentik yang bisa dibenarkan oleh sejarawan.
"Dari informasi-informasi selama ini kita tidak mendapatkan informasi seperti itu (saudagar Aceh yang menyumbang emas). Memang tidak terbuka secara data. Kalau Aceh yang nyata-nyata (menyumbang) itu dua pesawat itu ya Seulawah (pesawat RI pertama cikal bakal maskapai Garuda Indonesia, red). Kalau saja ada dokumen resmi," tuturnya.
Mengapa data penyumbang itu tidak tercatat dalam dokumen resmi? Abdurrahman menduga salah satu penyebabnya saat pergantian rezim dari Soekarno ke Soeharto, ada de-Soekarno-isasi
Pasca Soeharto naik ada de-Soekarno-isasi, begitu juga pasca Soeharto turun, ada de-Soeharto-isasi. Ya itulah poltik," tuturnya.
Dia mengakui para sejarawan memang masih meneliti dan mencari tahu mengenai emas Monas ini. Termasuk meneliti dokumen-dokumen di Arsip Nasional.
"Memang belum ada, kita kalau mengambil acuan dari situ (Arsip Nasional). Kadang Kemenhan tidak memberikan ke Arsip Nasional, bisa masih dimuseumkan atau belum dikeluarkan, mungkin terkait kebijakan tertentu. Seharusnya kalau sudah 25 tahun lebih sudah boleh dibaca itu," tutur Abdurrahman.
Sebelumnya, sejarawan LIPI Asvi Warman Adam juga mengatakan tidak mengetahui persis siapa pemberi sumbangan emas di puncak Monas ini. Asvi yang ditanya soal emas ini hanya bertutur, memang ada bantuan emas dari beberapa daerah di Indonesia saat pembangunan Monas. Namun siapa orangnya yang membantu, sejarawan LIPI ini tak tahu persis.
"Kalau soal bantuan emas itu kan memang ada. Tapi kan dibelikan untuk pesawat terbang," kata Asvi Marwan saat ditemui di Universitas Paramadina, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (7/5/2014).
Asvi tak merinci berapa jumlah pesawat yang dibeli Indonesia dari sumbangan emas itu. Namun, selain untuk emas di Monas, sumbangan emas juga digunakan untuk membeli pesawat.
"Ya (emas) yang untuk di Monas itu, itu memang untuk pesawat terbangnya ada itu. Sumbangannya ada juga dari Sumatera Barat, ada sumbangan itu. Setahu saya emas yang disumbangkan itu untuk pesawat terbang," paparnya lagi.Tentang asal muasal emas tersebut, Kepala Unit Pengelola Tugu Monas Rini Hariyani mengaku tak tahu sejarah pastinya. Konon, sebagian besar dari emas itu disumbangkan oleh salah satu putra daerah asal Aceh. Namun sang pengusaha mengalami perlakuan kurang baik ketika era Orde Baru.
"Pemberian saudagar dari Aceh. Tapi saya nggak tahu, enggak ada cerita sejarahnya dan nggak diberitakan kan dari mana asalnya dulu,” bebernya.
Menurut dokumen yang bisa dilansir dari situs Perpustakaan PU, 'Tugu Monas: Laporan Pembangunan' yang diterbitkan 17 Agustus 1968, dituliskan lidah api di atas tugu Monas berbentuk kerucut setinggi 14 meter, dibuat dari perunggu seberat 14,5 ton yang terdiri dari 77 bagian yang disatukan, kemudian dilapis emas murni seberat lebih kurang 35 kg. Tidak disebutkan dari mana emas itu berasal.
Kemudian demi merayakan ulang tahun emas Repulik Indonesia pada 1995, pemerintah saat itu menambah jumlah emas agar genap 50 kilogram.
Dia mengakui para sejarawan memang masih meneliti dan mencari tahu mengenai emas Monas ini. Termasuk meneliti dokumen-dokumen di Arsip Nasional.
"Memang belum ada, kita kalau mengambil acuan dari situ (Arsip Nasional). Kadang Kemenhan tidak memberikan ke Arsip Nasional, bisa masih dimuseumkan atau belum dikeluarkan, mungkin terkait kebijakan tertentu. Seharusnya kalau sudah 25 tahun lebih sudah boleh dibaca itu," tutur Abdurrahman.
Sebelumnya, sejarawan LIPI Asvi Warman Adam juga mengatakan tidak mengetahui persis siapa pemberi sumbangan emas di puncak Monas ini. Asvi yang ditanya soal emas ini hanya bertutur, memang ada bantuan emas dari beberapa daerah di Indonesia saat pembangunan Monas. Namun siapa orangnya yang membantu, sejarawan LIPI ini tak tahu persis.
"Kalau soal bantuan emas itu kan memang ada. Tapi kan dibelikan untuk pesawat terbang," kata Asvi Marwan saat ditemui di Universitas Paramadina, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (7/5/2014).
Asvi tak merinci berapa jumlah pesawat yang dibeli Indonesia dari sumbangan emas itu. Namun, selain untuk emas di Monas, sumbangan emas juga digunakan untuk membeli pesawat.
"Ya (emas) yang untuk di Monas itu, itu memang untuk pesawat terbangnya ada itu. Sumbangannya ada juga dari Sumatera Barat, ada sumbangan itu. Setahu saya emas yang disumbangkan itu untuk pesawat terbang," paparnya lagi.Tentang asal muasal emas tersebut, Kepala Unit Pengelola Tugu Monas Rini Hariyani mengaku tak tahu sejarah pastinya. Konon, sebagian besar dari emas itu disumbangkan oleh salah satu putra daerah asal Aceh. Namun sang pengusaha mengalami perlakuan kurang baik ketika era Orde Baru.
"Pemberian saudagar dari Aceh. Tapi saya nggak tahu, enggak ada cerita sejarahnya dan nggak diberitakan kan dari mana asalnya dulu,” bebernya.
Menurut dokumen yang bisa dilansir dari situs Perpustakaan PU, 'Tugu Monas: Laporan Pembangunan' yang diterbitkan 17 Agustus 1968, dituliskan lidah api di atas tugu Monas berbentuk kerucut setinggi 14 meter, dibuat dari perunggu seberat 14,5 ton yang terdiri dari 77 bagian yang disatukan, kemudian dilapis emas murni seberat lebih kurang 35 kg. Tidak disebutkan dari mana emas itu berasal.
Kemudian demi merayakan ulang tahun emas Repulik Indonesia pada 1995, pemerintah saat itu menambah jumlah emas agar genap 50 kilogram.
Sumber berita DetikCom
0 komentar:
Post a Comment