Epub Manuskrip SANGHYANG SWAWARCINTA Teks dan Terjemahan Online
perpusnas.go.id
Buku ini merupakan hasil penyalinan ulang naskah koleksi Perpustakaan Nasional berjudul Manuskrip SANGHYANG SWAWARCINTA Teks dan Terjemahan Online adalah
buku digital dalam format EPUB dan FlipBooks yang ditampilkan dalam
format 3D yang bisa dibuka-buka (flipping). Silahkan Klik gambar bukunya untuk
langsung terhubung dengan file onlinenya (digital). Untuk baca ebook
lainnya Klik Ebook. PC baca file EPUB dapat Unduh Drivernya
dihttp://www.epubread.com/en/, atau http://calibre-ebook.com/.
Untuk Smartphone dapat unduh drivernya di Play Store (UB epub reader),
"Naskah Sanghyang Swawar Cinta
Teks Sanghyang Swawarcinta (SSC) termasuk dalam koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomor koleksi L 626 peti 69. Naskah terdiri dari 39 lempir daun lontar yang berukuran 33 cm x 2,7 cm. Diapit dengan pengapit bambu. Setiap lempir mengandung empat baris tulisan. Ditulis menggunakan aksara dan bahasa Sunda Kuna. Teks SSC ditulis dalam bentuk puisi ostosilabik, yaitu puisi yang setiap baitnya terdiri dari delapan suku kata. Tetapi terdapat sejumlah kecil bait tidak memenuhi metrum delapan suku kata. Berdasarkan Catatan kepurbakalaan N. j. Krom (1914: 41), naskah ini berasal dari kelompok koleksi Bandung.
Keadaan fisik naskah cukup terawat, meski pada beberapa bagian terdapat lubang-lubang kecil akibat serangga. Bagian-bagian yang mulai rusak rupanya telah dikonservasi dengan cara laminasi. Sebagaimana halnya naskah-naskah Sunda Kuna yang ditulis di atas gebang, lontar, bambu, dan daluwang, naskah ini pun belum pernah dideskripsikan dengan baik dalam katalog sebelumnya.
Judul yang tertera pada label naskah adalah Siksa Kandang Karesian (SSKK). Setelah dibaca isinya, jelas teks ini bukan teks SSKK. Teks ini tidak secara jelas menyebut judul, tetapi pada bagian awal teks terdapat keterangan bahwa pengarang tiba tiba teringat akan Sanghyang Swawarcinta. Penegasan tentang Sanghyang Swawarcinta pada bagian awal inilah yang menjadi pertimbangan kami untuk memilih judul tersebut. Swawarcinta mungkin merupakan perubahan dari swargacyuta yang berarti „jatuh dari surga‟ (lihat Zoetmulder, s.v). Munculnya kata swawarcinta mungkin akibat dari silap baca penyalin terhadap aksara Buda. Karena bentuknya yang mirip, aksara ga dibaca wa, sementara panglayar (r) biasanya ditempatkan pada aksara sesudahnya sehingga dibaca swawarcyuta dan pada akhirnya menjadi swawarcinta. Makna Sanghyang Swawarcinta dapat berarti „sesuatu yang suci yang turun dari surga‟. Inilah yang diangan-angankan oleh pengarang pada awal teksnya. Tiba tiba ia mengangankan sesuatu yang turun dari surga, dari dalam ketiadaan (ras hedip umangen-angen, di sanghyang swawarcinta, di jero tan hanana).
Teks Sanghyang Swawarcinta (SSC) termasuk dalam koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomor koleksi L 626 peti 69. Naskah terdiri dari 39 lempir daun lontar yang berukuran 33 cm x 2,7 cm. Diapit dengan pengapit bambu. Setiap lempir mengandung empat baris tulisan. Ditulis menggunakan aksara dan bahasa Sunda Kuna. Teks SSC ditulis dalam bentuk puisi ostosilabik, yaitu puisi yang setiap baitnya terdiri dari delapan suku kata. Tetapi terdapat sejumlah kecil bait tidak memenuhi metrum delapan suku kata. Berdasarkan Catatan kepurbakalaan N. j. Krom (1914: 41), naskah ini berasal dari kelompok koleksi Bandung.
Keadaan fisik naskah cukup terawat, meski pada beberapa bagian terdapat lubang-lubang kecil akibat serangga. Bagian-bagian yang mulai rusak rupanya telah dikonservasi dengan cara laminasi. Sebagaimana halnya naskah-naskah Sunda Kuna yang ditulis di atas gebang, lontar, bambu, dan daluwang, naskah ini pun belum pernah dideskripsikan dengan baik dalam katalog sebelumnya.
Judul yang tertera pada label naskah adalah Siksa Kandang Karesian (SSKK). Setelah dibaca isinya, jelas teks ini bukan teks SSKK. Teks ini tidak secara jelas menyebut judul, tetapi pada bagian awal teks terdapat keterangan bahwa pengarang tiba tiba teringat akan Sanghyang Swawarcinta. Penegasan tentang Sanghyang Swawarcinta pada bagian awal inilah yang menjadi pertimbangan kami untuk memilih judul tersebut. Swawarcinta mungkin merupakan perubahan dari swargacyuta yang berarti „jatuh dari surga‟ (lihat Zoetmulder, s.v). Munculnya kata swawarcinta mungkin akibat dari silap baca penyalin terhadap aksara Buda. Karena bentuknya yang mirip, aksara ga dibaca wa, sementara panglayar (r) biasanya ditempatkan pada aksara sesudahnya sehingga dibaca swawarcyuta dan pada akhirnya menjadi swawarcinta. Makna Sanghyang Swawarcinta dapat berarti „sesuatu yang suci yang turun dari surga‟. Inilah yang diangan-angankan oleh pengarang pada awal teksnya. Tiba tiba ia mengangankan sesuatu yang turun dari surga, dari dalam ketiadaan (ras hedip umangen-angen, di sanghyang swawarcinta, di jero tan hanana).
Gambaran isi
Lain halnya dengan teks-teks puisi Sunda Kuna yang telah diumumkan, teks SSC memiliki keunikan tersendiri. Isi teksnya berupa rajah panjang, meliputi seluruh bagian teks. Tidak ditemukan adanya dialog ataupun tokoh cerita. Tokoh dalam teks ini selalu menyebut dirinya boncah "bocah‟ yang, dengan segala kerendahan hatinya, mencoba mengeluarkan pengetahuannya "kawacanaan‟. Seringkali ia memohon maaf kepada pembaca (atau pendengar) yang budiman agar sudi memaafkan jika disana-sini terdapat kesalahan dalam tulisannya. Jelaslah bahwa pengarang yang menyebut dirinya bocah itu pengetahuannya sangat luas. Dalam baris yang cukup panjang, ia menerangkan berbagai segi pengetahuan, baik keagamaan maupun pengetahuan lain yang ia miliki. " Sumber: perpusnas.go.id
Lain halnya dengan teks-teks puisi Sunda Kuna yang telah diumumkan, teks SSC memiliki keunikan tersendiri. Isi teksnya berupa rajah panjang, meliputi seluruh bagian teks. Tidak ditemukan adanya dialog ataupun tokoh cerita. Tokoh dalam teks ini selalu menyebut dirinya boncah "bocah‟ yang, dengan segala kerendahan hatinya, mencoba mengeluarkan pengetahuannya "kawacanaan‟. Seringkali ia memohon maaf kepada pembaca (atau pendengar) yang budiman agar sudi memaafkan jika disana-sini terdapat kesalahan dalam tulisannya. Jelaslah bahwa pengarang yang menyebut dirinya bocah itu pengetahuannya sangat luas. Dalam baris yang cukup panjang, ia menerangkan berbagai segi pengetahuan, baik keagamaan maupun pengetahuan lain yang ia miliki. " Sumber: perpusnas.go.id
0 komentar:
Post a Comment