Epub Hikayat Pandawa Lima Online
perpusnas.go.id
Transliterasi Hikayat Pandawa Lima Online adalah buku digital dalam format EPUB dan FlipBooks yang ditampilkan dalam format 3D yang bisa dibuka-buka (flipping). Silahkan Klik gambar bukunya untuk langsung terhubung dengan file onlinenya (digital). Untuk baca ebook lainnya Klik Ebook. PC baca file EPUB dapat Unduh Drivernya dihttp://www.epubread.com/en/, atau http://calibre-ebook.com/.
Untuk Smartphone dapat unduh drivernya di Play Store (UB epub reader),
"Naskah yang dialihaksarakan ini merupakan koleksi Perpustakaan Nasional dengan nomor panggil ML 508, yang berjudul Hikayat Pandawa Lima. Dalam Katalogus Koleksi Naskah Melayu (Sutaarga, 1972 : 7), disebutkan bahwa naskah Hikayat Pandawa Lima ini berasal dari Palembang.
Deskripsi naskah ML 508
Ukuran Naskah: 34,5 x 20,5 cm. terdiri atas 55 hlm., memuat 35 baris per halaman. Ukuran blok teks: 15,5 x 26 cm.Teks berbentuk prosa berbahasa Melayu dan beraksara Arab ini ditulis dengan tinta hitam dan merah. Kondisi naskah masih baik, tetapi tulisan tidak begitu jelas terbaca karena hurufnya kecil-kecil. Teks ditulis pada kertas folio bergaris. Tidak ditemukan cap kertas (watermark) pada naskah. Kolofon ditulis pada akhir ceritera sebagai berikut : Tamat kepada tanggal 3, bulan Jumadil Awal, malam Ahad, jam ½ 3 adanya, pada tahun 1336. Maka adalah yang mengarang ini yaitu Kemas Ahmad, pada kampung Ulu.‟
Hikayat Pandawa Limamenceriterakan tentang seorang raja di Kayangan, yang bernama Sri Maharaja Batara Guru. Sang Raja ingin sekali mempunyai seorang isteri yang sangat cantik jelita, maka ia mengutus panglimanya yang bernama Batara Narada turun ke Marcapada untuk menemui Prabu Darmakusuma di negeri Ingmartawangsa. Prabu Darmakusuma bersama keempat saudaranya diminta pergi ke negeri Medangkan Bulan untuk melamar anak Prabu Lingga Buana. Konon raja tersebut mempunyai seorang puteri yang sangat cantik dan elok parasnya. Setelah utusan tersebut sampai ke negeri Medangkan Bulan, disampaikanlah maksud dan tujuannya, yaitu bahwa ia diutus oleh Sri Maharaja Batara Guru untuk melamar putrinya yang bernama Putri Manggarisi. Raja Medangkan Bulan menerima lamaran itu dengan senang hati. Diselenggarakanlah pesta makan dan minum yang meriah siang dan malam.
Sementara itu, Raden Arjuna yang sudah selesai dari pertapaannya selama kurang lebih tujuh tahun bersama Semar, Petruk, dan Nolo Gareng, hendak turun pulang ke negerinya. Dalam perjalanan pulang mereka singgah di negeri Medangkan Bulan untuk melihat keindahan negeri itu. Mereka masuk ke taman penglibur lara dan melihat tuan puteri Manggarisi beserta inang pengasuh dan dayang-dayang sedang mandi bersemburan dengan penuh sukacita. Oleh Raden Arjuna sekalian orang di dalam taman itu terlihat seperti berbagai kuntum bunga. Sial bagi Raden Arjuna, batang pohon yang dipanjatnya patah dan ia terjatuh ke dalam kolam. Ia lalu berpura-pura mati. Mayat Raden Arjuna diangkat ke darat oleh dayang-dayang dan inang pengasuh dan diletakkan di balai kencana.
Semar datang bersama Petruk dan Nolo Gareng sambil menagis melihat tuannya yang telah telah mati. Maka untuk menghidupkan Raden Arjuna kembali, Semar menyarankan agar Puteri Manggarisi memasukkan sepah sirih yang dikunyahnya ke mulut Raden Arjuna. Dengan terpaksa dan menahan malu, tuan puteri memasukkan sepah dari mulutnya ke mulut Raden Arjuna. Ketika Raden Arjuna merasakan mulut tuan puteri, ia membuka matanya lalu duduk seraya memegang tangan puteri Manggarisi. Lalu sang puteri dipangku dan dipeluk diciumnya.
Tuan puteri ingin lari tetapi tidak mampu. Ia dibujuk dengan katakata dan cumbuan yang manis-manis, serta dengan kidung dan kakawin yang dilagukan dengan merdu, seperti kumbang mencari bunga. Luluhlah hati tuan putri dalam pelukan Raden Arjuna. Mereka akhirnya kembali ke dalam mahligai tuan putri di negeri Medangkan Bulan.
Suara Raden Arjuna di maligai tuan putri terdengar oleh Prabu Lingga Buana dan Prabu Darmawangsa yang sedang berkunjung ke negeri Medangkan Bulan. Prabu Lingga Buana merasa malu, namun akhirnya ia bersama-sama Prabu Darmawangsa masuk ke dalam kraton untuk melihat siapa laki-laki yang berani masuk ke maligai tuan putri. Maka Raden Arjuna terlihat oleh Prabu Darmakusuma. Raden Arjuna datang sambil memohon ampun. Prabu Darmakusuma merasa malu karena tugas yang diberikan Batara Guru telah gagal akibat perbuatan adiknya, Arjuna. Ia mohon diri untuk pulang dan melaporkan tugasnya kepada Batara Guru.
Arjuna yang merasa bersalah dan takut akan murka Prabu Darmakusuma akhirmya meninggalkan negeri Medangkan Bulan bersama tuan putri, Semar, Petruk, dan Nolo Gareng. Mereka berjalan keluar masuk hutan, hingga bertemu Batara Kresna. Atas nasehat Batara Kresna, Arjuna mendirikan sebuah negeri.
Batara Guru mendengar bahwa Raden Arjuna membangun negeri di dalam hutan yang diberi nama Ukir Nawang. Ia pun turun ke Marcapada dan membuat negeri pula, yang dinamai Mercu Indera. Ia menamai dirinya dengan Prabu Kilatyana. Maka kemudian terjadilah pertempuran antara Raden Arjuna dari Ukir Nawang dengan Prabu Kilatyana dari Mercu Indera. Keduanya sama-sama sakti, tetapi akhirnya Arjuna memenangkan peperangan karena dibantu Dewa Sang yang Manang yang masuk ke dalam tubuh (raga) Raden Arjuna. Prabu Kilatyana kembali menjelma menjadi Batara Guru dan mengaku kalah, lalu kembali ke kayangan.
Arjuna dan Putri Manggarisi kembali ke negeri Madangkan Bulan. Tuan Putri Manggarisi melahirkan seorang putra yang diberi nama Raden Ganda Baradi. Sewaktu masih dalam kandungan ia ditinggal ayahnya, Raden Arjuna. Ketika hendak merantau, ayahnya berpesan kepada bundanya manakala puteranya ia ingin pergi mencarinya, hendaknya ia membawa panah yang bernama Waradadali. Dengan membawa panah Waradadali, Raden Ganda Baradi pergi mencari ayahnya. Dalam perjalanan ia mengalahkan dan merampas kerajaan Prabu Puspa Indra. Ia lalu mengangkat dirinya menjadi raja dan mengganti namanya menjadi Prabu Gembira Anom.
Ketika terjadi perang antara Pandawa dengan Negeri Astina untuk memperebutkan Dewi Banuwati, Prabu Gembira Anom berada di pihak Astina. Ia berperang melawan Raden Angkawijaya dari Pandawa, yang juga putra Raden Arjuna. Keduanya sama tampan rupanya, sama gagahnya, dan sama cepatnya. Raden Arjuna lalu menggantikan Raden Angkawijaya. Ia terkena panah Prabu Gembira Anom yang bernama panah Waradadali. Senjata itu tak dapat mengenainya, bahkan datang menyembah kaki Raden Arjuna. Setelah mengetahui bahwa Prabu Gembira Anom adalah anaknya putri Manggarisi di negeri Madangkan Bulan, Arjuna memeluk anaknya itu. Mereka membawa Raden Gembira Anom ke negeri Darawati untuk berkumpul dengan keluarga Pandawa. Raden Gembira Anom dikawinkan dengan Dewa Lemanawati dari negeri Astina.
Peperangan demi peperangan terus berlangsung antara keluarga Pandawa dan Astina, serta raja-raja lain yang menjadi musuhnya. Setelah peperangan berakhir Nakula menjadi raja di Putar Tasyik dan Raden Sahdewa dijadikan Prabu Anom Jayakusuma di tanah Keinderaan, merintahkan sekalian dewa-dewa dan mambang peri. Anak Prabu Gambang Kencana berbesan dengan Prabu Astinapati dan Raden Bambang Irawan dijadikan Prabu Anom Mercu Indra merintah jin parayangan di Mercu Indra. Begawan Ingmarta yang menjadi Pendeta Jayakusuma bertapa di gunung Indrakila bersama-sama dengan Raden Arjuna yang menjadi Ajar Laksana Dewa. Raden Jodipati menjadi Putut Jenggala Bilawa. Anak Prabu Pringgandani dan Raden Ontorejo dijadikan raja di Suratalang bernama Ganggasura, dan Raden Nagasena dijadikan raja di dalam Tasyik. Raden Naga Jarataja dijadikan raja di dalam tanah jin yang bernama Hargo Siluman." Sumber: perpusnas.go.id
0 komentar:
Post a Comment