Monday, July 21, 2014

Hasil Penelitian Terbaru dari Norwegia, Pengidap Celebral Palsy Diduga Gangguan Turunan

Hasil Penelitian Terbaru dari Norwegia, Pengidap Celebral Palsy Diduga Gangguan Turunan
cerebralpalsyindonesia.com
Anak-anak dengan cerebral palsy mengalami kelainan gerakan, otot, atau postur tubuh ini terjadi karena adanya cedera atau gangguan otak sejak bayi masih dalam kandungan. Sebuah studi menemukan, cerebral palsy diduga menurun dari orang tua.

Sebelumnya cerebral palsy dituding terjadi karena komplikasi pada saat kehamilan maupun persalinan, kurangnya nutrisi tertentu dalam pola makan ibu hamil atau kegagalan dokter untuk mendeteksi adanya komplikasi pada janin sejak awal.

Akan tetapi ketika tim peneliti dari University of Bergen, Norwegia menggali database kondisi kesehatan orang-orang Norwegia yang lahir dalam kurun tahun 1967-2002, dengan total partisipan mencapai 2,03 juta orang, mereka menduga cerebral palsy bukan soal komplikasi pada ibu hamil atau perawatannya.

Pasalnya dari 2,03 juta, tercatat 3.649 orang didiagnosis mengidap cerebral palsy. Dari situ bisa dirunut bahwa dalam keluarga yang memiliki seorang anak dengan cerebral palsy, ada risiko sebesar 6-9 kali lipat bila ia akan memiliki saudara kandung yang mengalami cerebral palsy, entah itu laki-laki maupun perempuan.

Risiko yang sama juga dihadapi oleh keponakan si penderita cerebral palsy, walaupun besarnya hanya tiga kali lipat. Sedangkan untuk sepupunya, risiko terkena cerebral palsy menurun hingga tinggal 1,5 kali saja.

Hal ini dikuatkan temuan berikutnya, di mana orang tua yang mengalami cerebral palsy berisiko enam kali lebih besar untuk memiliki anak dengan kondisi yang sama, bila dibandingkan dengan orang tua yang tidak mengalaminya.

Temuan peneliti Norwegia ini setidaknya semakin menguatkan teori-teori tentang penyebab cerebral palsy. Sebelumnya dengan berbekal pada pengamatan terhadap bayi atau anak-anak kembar, ada dugaan cerebral palsy memang disebabkan oleh faktor genetik namun tidak ada bukti kuat yang dapat mendasarinya.

"Kalau DNA memang memainkan peran di sini, kita tinggal butuh studi lagi untuk mengidentifikasi gen apa yang menyebabkannya," kata peneliti seperti dikutip dari ABC Australia, Selasa (22/7/2014).

Sumber berita DetikHealth

0 komentar:

Post a Comment