Friday, February 6, 2015

Kisah Makna Tongkat Kiai Tjokro Milik Pangeran Diponegoro

Kisah Makna Tongkat Kiai Tjokro Milik Pangeran Diponegoro
www.liburananak.com
Sebuah pameran mengenai Pangeran Diponegoro diselenggarakan di Galeri Nasional, Gambir, Jakarta Pusat. Salah satu pusaka yang dipamerkan adalah Kyai Cokro. Tongkat panjang ini memiliki bentuk cakra di bagian atasnya.
"Tongkat ini sebenarnya dibuat sekitar abad 16 untuk Sultan Demak, dan bukan dibuat untuk khusus untuk Pangeran Diponegoro," kata Sejarahwan Peter Carey, yang telah melakukan penelitian panjang mengenai Pangeran Dipenogoro, kepada detikcom, Jumat (6/2/2015).
Peter menjelaskan, tongkat ini diberikan pada seseorang rakyat biasa kepada Pangeran Diponegoro pada sekitar tahun 1815, sekitar sepuluh tahun sebelum perang Jawa dimulai pada 1825. "Mungkin rakyat ini sudah melihat kalau Diponegoro akan menjadi pemimpin," katanya.
Tongkat ini kemudian dipakai Diponegoro saat melakukan peziarahan di berbagai wilayah di Jawa. "Tapi Cakra di ujung tongkat ini cukup tajam, jadi bisa juga digunakan untuk membela diri," katanya.
Tongkat ini kemudian bisa dirampas pada 1829, lalu setelah berpindah-pindah tangan akhirnya dibawa ke Belanda. "Tongkat ini kemudian dibawa ke Belanda," katanya.
Peter mengatakan, keturunan keluarga pemilik tongkat ini kemudian mencari tahu asal muasal tongkat tersebut. Malahan mereka pernah berkirim surat mengenai tongkat tersebut pada Peter. Setelah diteliti ternyata benda ini adalah tongkat Kyai Cokro milik Diponegoro.
"Sebab itulah tongkat ini bisa dipamerkan di sini," katanya
Tongkat Kiai Cakro milik Pangeran Diponegoro akhirnya kembali ke Indonesia pada Kamis ( 5/2) kemarin. 

Sebenarnya, apa makna tongkat ini bagi Pangeran Diponegoro?
"Tongkat ini selalu dibawa Pangeran Diponegoro setiap kali melakukan perjalanan ziarah ke tempat-tempat suci untuk memohon agar segala kegiatannya diberkati," demikian tertulis dalam kertas yang terselip di ujung tongkat, yang diduga ditulis sendiri oleh JC Baud, Gubernur Jenderal Belanda yang bertugas 1833-1836 yang mendapatkan tongkat ini dari Pangeran Notoprojo Juli 1834.
Dalam buku katalog tongkat ini,"A Lost Pusaka Returned" , yang diterbitkan Rijks Museum, Goethe Institute Erasmus Huis yang dibagikan di pameran "Aku Diponegoro" di Galeri Nasional, Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta, Jumat (6/2/2015),disebutkan bahwa tongkat itu jatuh ke tangan Pangeran Diponegoro sekitar 10 tahun sebelum pecahnya Perang Jawa, sekitar tahun 1815.
Diponegoro mendapatkan tongkat itu dari seorang warga biasa asal Jawa. Tongkat itu dinamakan Tjokro atau Cakra karena ujungnya bulat seperti bulan.
Simbol cakra sepertinya memiliki makna penting bagi Diponegoro, mengingat cakra adalah senjata Dewa Wisnu, yang inkarnasinya yang ke-7 sebagai penguasa dunia dengan menggenggam senjata cakra. Ini dikaitkan dengan mitologi Jawa dengan kedatangan Sang Ratu Adil atau erucakra.
Diponegoro memulai memakai gelar ini di awal Perang Jawa dan menganggap perjuangannya sebagai perang suci untuk mengembalikan tatanan moral ilahi demi terjaminnya kesejahteraan rakyat Jawa.
Panji pertempuran Diponegoro menggunakam simbol cakra dengan panah menyilang.
Kemudian, setelah Perang Jawa berakhir, tongkat itu jatuh ke tangan cucu komandan perempuan pasukan Diponegoro, Nyi Ageng Serang, yakni Pangeran Adipati Notoprojo. Waktunya kemungkinan 11 Agustus 1829, saat Diponegoro melakukan kampanye terakhir di wilayah Mataram. Dari Notoprojo inilah, tongkat ini sampai pada JC Baud.

Sumber berita Detik.com

0 komentar:

Post a Comment