Monday, December 29, 2014

Fatwa Mengenai Natal dari Dewan Fatwa dan Riset Eropa

Fatwa Mengenai Natal dari Dewan Fatwa dan Riset Eropa
aybela.com
Umat Islam boleh mengucapkan Selamat Natal dan saling memberi hadiah, tetapi tidak boleh ikut dalam praktik ibadahnya, demikian benang merah fatwa dari European Council for Fatwa and Research atau Dewan Fatwa dan Riset Eropa (ECFR)
"Muslim boleh mengucapkan selamat kepada non-Muslim pada Hari Raya mereka dan hal ini menjadi lebih wajib jika non-Muslim memberi salam pada Hari Raya Islam," demikian ECFR dikutip detikcom dari onislam.net, Rabu (24 Desember 2014).
Fatwa ini disampaikan setelah lembaga yang diketuai oleh Dr. Yusuf al-Qaradawi tersebut menerima banyak pertanyaan dari kaum muslimin yang tinggal di negara-negara Barat dan berinteraksi dengan non-Muslim.
Menurut ECFR, Al-Qur'an menetapkan peraturan tentang bagaimana hubungan antara Muslim dan non-Muslim harus dilaksanakan, yang pada dasarnya ditujukan untuk kaum pagan polytheist (musyrik kafir).
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim," (QS 60:8-9).
Diriwayatkan dari Asma 'binti Abi Bakr r.a bahwa dia datang kepada Nabi Muhammad SAW dan mengatakan: "Wahai Rasulullah, ibuku seorang musyrik, telah datang mengunjungiku dan dia ingin mendekatiku dan memberiku hadiah. Haruskah aku menyambutnya dan memperlakukan dengan baik? "Nabi SAW menyatakan : "Salami ibumu dan perlakukan dia dengan baik," (H.R. Bukhari dan Muslim).
Ini padahal perempuan tersebut musyrik, sedangkan Al-Qur'an dengan jelas menyatakan bahwa Ahli Kitab (Yahudi dan Kristen) jauh lebih dekat dengan Islam dan Muslim daripada musyrik. Bahkan Al-Qur'an memberi kelonggaran untuk memakan makanan dari Ahli Kitab dan menikahi mereka (QS 5:5).
Jika pernikahan dengan mereka dibolehkan, maka tak perlu dikatakan bahwa pernikahan secara implisit tentu saja menunjukkan cinta dan kedekatan. Allah SWT berfirman, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir," (QS 30:21).
Sungguh, bagaimana mungkin seorang pria membenci istrinya, pasangan hidupnya, istrinya, ibu dari anak-anaknya? Allah SWT berfirman, "...mereka itu adalah pakaian bagi kalian, dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka ..," (QS 2:187).
Selain itu, konsekuensi dan hasil penting perkawinan adalah bersatunya dua keluarga untuk membentuk ikatan darah dan hubungan, suatu bentuk alami dari hubungan satu sama lain. Allah SWT berfirman, "Dan Dialah yang telah menciptakan manusia dari air, dan telah menetapkan baginya kerabat darah, dan kerabat karena perkawinan ...," (QS 25:54)
Juga, ada perasaan dan kasih sayang keibuan, dan hak-hak yang telah jelas ditetapkan dan ditekankan dari seorang ibu pada anak-anaknya dalam Islam.
Satu pertanyaan dalam konteks ini adalah apakah suatu perbuatan dapat diterima sesuai dengan ketentuan tersebut bahwa seseorang tidak menyapa atau mengucapkan selamat pada ibunya yang non-Muslim pada Hari Raya yang dia rayakan? Bagaimana dengan kerabat dari pihak ibu, seperti kakek-nenek, paman, bibi, dan sepupu? Mereka itu semua memiliki hak atas seorang Muslim seperti jelas dinyatakan dalam QS 8:76 dan juga sesungguhnya Allah memerintahkan keadilan dan tingkah laku yang sempurna (QS 16:91).
Nabi SAW juga sangat menyarankan untuk berhubungan dengan non-Muslim dengan sikap yang halus dan lembut, tidak keras dan kasar. "...Allah mencintai kelembutan dalam segala hal," (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Bahkan diperbolehkannya ucapan selamat untuk non-Muslim pada Hari-hari Raya mereka menjadi lebih wajib jika mereka telah mengucapkan salam pada Hari-hari Raya Islam, seperti kita telah diperintahkan untuk membalas perlakuan baik dengan perlakuan yang sama, dan membalas salam dengan yang lebih baik atau setidaknya dengan ucapan yang sama. Allah SWT berfirman, "Apabila kamu mendapat ucapan salam, maka balaslah salam itu dengan yang lebih baik, atau balaslah dengan yang sepadan," (QS 4:86).
Dengan demikian, tidak ada larangan seorang Muslim atau lembaga Islam untuk mengucapkan selamat kepada non-Muslim, baik secara lisan atau dengan mengirimkan kartu yang tidak mengandung simbol atau ikon keagamaan yang mungkin bertentangan dengan iman dan prinsip-prinsip Islam, seperti salib.
ECFR juga menyebutkan bahwa beberapa ahli hukum, seperti Ibnu Taimiyyah dan muridnya ulama besar Ibn-ul-Qayyim, mengadopsi langkah-langkah ketat dan membatasi kebolehan masalah ini dan partisipasi umat Islam dalam perayaan non-muslim. ECFR mengadopsi sikap yang sama, menasihati umat Islam untuk tidak merayakan perayaan non-Muslim, baik musyrik atau Ahli Kitab.
"Tapi kami tidak melihat keberatan mengucapkan selamat pada perayaan mereka jika ada hubungan atau keterkaitan yang dipandang suatu keharusan interaksi sosial positif dan persahabatan yang indah sesuai dengan syariat Islam yang luhur dan mulia," demikian fatwa ECFR.
Duduk dalam ECFR ini adalah ulama-ulama dari benua Eropa, Amerika Utara, Afrika Utara dan Semenanjung Arabia: Dr. Yusuf al-Qaradawi, Ketua (Mesir, Qatar) Faisal Maulawi, Wakil Ketua (Lebanon), Hussein Mohammed Halawa, Sekjen (Irlandia), Dr. Ahmad Jaballah (Prancis), Dr. Ahmed Ali Al-Imam (Sudan), Mufti Ismail Kashoulfi (Inggris), Ahmed Kadhem Al-Rawi (Inggris), Ounis Qurqah (Prancis), Rashid Al-Ghanouchi (Inggris), Abdallah Bin Bayyah (Saudi Arabia), Abdul Raheem Al-Taweel (Spanyol), Abdullah Ibn Ali Salem (Mauritania), Abdullah Ibn Yusuf Al-Judai, (Inggris), Abdul Majeed Al-Najjar Abdullah ibn Sulayman Al-Manee' (Saudi Arabia), Dr. Abdul Sattar Abu Ghudda (Saudi Arabia), Dr. Ajeel Al-Nashmi (Kuwait), Al-Arabi Al-Bichri (Prancis), Dr. Issam Al-Bashir (Sudan), Ali Qaradaghi (Qatar), Dr. Suhaib Hasan Ahmed (Inggris), Tahir Mahdi (Prancis), Mahboub-ul-Rahman (Norwegia), Muhammed Siddique (Jerman), Muhammed Ali Saleh Al-Mansour (Persatuan Emirat Arab/UAE), Dr. Muhammed Al-Hawari (Jerman), Mahumoud Mujahed (Belgia), Dr. Mustafa Ceric (Bosnia), Nihad Abdul Quddous Ciftci (Jerman), Dr. Naser Ibn Abdullah Al-Mayman (Saudi Arabia), Yusf Ibram (Swis), Salah Soltan (Mesir, Amerika Serikat).

Sumber berita DetikNews

0 komentar:

Post a Comment