republika.co.id |
Kuning telur dan bahan makanan kaya lemak jenuh serta kolesterol dipercaya tidak sehat setelah adanya penelitian dari Nikolai Anichkov pada abad ke 20. Ia membuat eksperimen dengan kelinci yang diberi asupan kolesterol murni. Hasilnya arteri mereka tersumbat karena plak yang memicu hipotesis bahwa kolesterol menyebakan penyakit jantung.
Sayangnya seiring berjalannya waktu, kesamaan sampel tersebut diperdebatkan karena kelinci tidak mempunyai kesamaan dengan tubuh manusia dan kolesterol bukan bagian diet mereka. Selain Nikolai, ada pula Ancel Keys yang menarik perhatian pada tahun 1950 an.
Studinya Seven Countries mengubah cara pandang masyarakat dunia mengenai lemak jenuh. Acel menyatakan setelah melihat diet rata- rata populasi dalam tujuh negara, ia berkesimpulan orang yang mengonsumsi lebih banyak lemak hewani mempunyai risiko tertinggi mengidap penyakit jantung.
Sekali lagi, penemuan tersebut tidak bisa dibuktikan dalam skala besar karena walau angka kematian karena lemak hewani tinggi, angka harapan hidup secara keseluruhan tinggi. Tahun 2010, penemuan lebih konkrit dipublikasikan oleh The American Journal of Clinical Nutrition. Penelitian tersebut mengumpulkan 21 studi yang menyatakan bahwa lemak jenuh tidak berhubungan dengan risiko peningkatkan penyakit jantung koroner, stroke, atau penyakit pembuluh darah koroner.
Jadi apa sebenarnya penyebab penyakit jantung? Ahli nutrisi Liz Wolfe, NTP penulis Eat The Yolks menyatakan penyebabnya adalah inflamasi yang dipicu oleh tingkat stres yang kronis, konsumsi berlebih minyak sayuran, dan karbohidrat olahan.
Sementara itu, jika menghindari kuning telur maka tubuh akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan nutrisi terbaik. Lemak jenuh di dalam kuning telur juga penting untuk produksi hormon dan penyerapan vitamin serta mineral.
“Kuning telur adalah sumber vitamin A yang baik untuk untuk kulit, vitamin V untuk energi, dan choline yang mendukung kesehatan otak, otot, dan kesehatan pada masa kehamilan,” tambah Liz Wolfe kepada Huffington Post (15/08/2014).
Liz menegaskan selama kita mengendalikan konsumsi kalori secara keseluruhan, konsumsi telur tidak akan menimbulkan kenaikan berat badan. Tapi, jika ingin mengonsumsi mikronutrisi tersebut dan membatasi kalori, bisa mengonsumsi putih telur.
Sumber berita DEtikFood
No comments:
Post a Comment