disparbud.jabarprov.go.id |
Keraton Kasepuhan, obyek wisata utama di kota Cirebon, Jawa Barat, mungkin sudah dikenal dan sudah dikunjungi. Namun, apakah Anda sudah benar-benar mengenalnya?
Sementara bentuk bangunan dan berbagai koleksi benda kuno di keraton ini sudah banyak diketahui, perpaduan berbagai unsur agama dan budaya dalam rancang bangun serta benda kuno di Keraton Kasepuhan mungkin terlewatkan.
Keraton Kasepuhan dan pernak-pernik yang tersimpan di dalamnya adalah perpaduan dari tiga agama, yaitu Hindu, Islam, dan Buddha, serta tiga budaya, yaitu Jawa, Tiongkok, dan Eropa. Perpaduan ini menjadikan Keraton Kasepuhan lebih istimewa dari keraton lainnya.
Secara keseluruhan, kompleks keraton terdiri dari keraton itu sendiri, alun-alun, serta masjid. Rancangan ini serupa dengan Keraton Yogyakarta dan Solo, merupakan representasi dari arsitektur Islam nusantara.
Namun demikian, Keraton Kasepuhan masih memiliki unsur Hindu yang kental. Tembok keraton yang terdiri dari bata merah dan bentuk gapura keraton serupa dengan arsitektur bangunan Hindu seperti keraton Majapahit.
Dari sisi budaya, keberadaan Siti Hinggil dan pendopo-pendopo kecil adalah representasi dari bangunan Jawa. Sementara, terdapat juga keramik-keramik dinding yang punya 2 corak, Eropa dan Tiongkok.
Di Taman Bundaran Dewandaru yang terletak di kompleks tengah keraton, unsur Hindu bisa dijumpai dalam wujud Lembu Nandu. Sementara, unsur Eropa berwujud meriam hadiah dari Thomas Stanford Raffles.
Benda kuno keraton yang menunjukkan dengan jelas perpaduan unsur berbagai agama dan budaya adalah kereta kencana Singa Barong, kereta kencana tua canggih pertama buatan Indonesia.
Sandy Atmawijaya, salah satu pemandu Keraton Kasepuhan, saat ditemui Kompas.comdalam kunjungan beberapa waktu lalu mengatakan, "Desain kereta ini melambangkan persahabatan antar-agama."
Pada bagian depan kereta, terdapat wujud hewan yang merupakan gabungan dari tiga hewan sekaligus, yakni gajah, garuda, dan naga. Belalai gajah adalah lambang agama Hindu, garuda bersayap burak adalah lambang Islam, sedangkan naga adalah lambang Buddha.
Kereta kencana itu, kata Sandy, istimewa karena sudah mengenal sistem suspensi seperti mobil canggih masa kini. Perbedaannya, teknik suspensi ini tidak menggunakan sistem pegas, tetapi kulit. Ada empat sabuk kulit yang membuat kereta ini lebih nyaman dipakai. Keistimewaan kereta kencana Singa Barong lainnya adalah sayap burak yang bisa bergerak saat kereta berjalan. Ini membuat sayap bisa berfungsi seperti kipas angin bagi sang raja yang ditandu.
Tim Kompas.com memotret Keraton Kasepuhan Cirebon dari darat dan udara. Foto menyuguhkan keberagaman unsur budaya dan agama dalam setiap sisi bangunan keraton tertua di Cirebon tersebut.
Dalam foto udara, terlihat komponen bangunan keraton yang terdiri dari alun-alun, masjid, benteng, siti inggil, Museum Kereta Kencana, Museum Benda Kuno, serta bangunan inti keraton yang menjadi tempat tinggal raja.
Lewat foto 360 derajat, Kompas.com memberi kesempatan kepada pembaca untuk menjelajahi Keraton Kasepuhan secara virtual, dari gapura hingga bangunan inti serta dari bangunan tertua hingga yang teranyar.
Keraton Kasepuhan mulai dibangun pada tahun 1430 oleh Pangeran Walang Sungsang atau Cakrabuana, putera mahkota Kerajaan Pajajaran. Saat keraton mulai dibangun, wilayah Cirebon masih disebut Caruban. Bangunan tertua keraton adalah Keraton Pakungwati. Di kompleks keraton ini, terdapat Sumur Kejayaan. Air sumur itu sering dipakai untuk beragam ritual. Kini, kondisi bangunan tertua ini sudah banyak mengalami kerusakan.
Pada masa Sunan Gunung Jati, bangunan keraton diperluas. Ada pembangunan Siti Inggil atau tanah yang tinggi serta lima bangunan tanpa dinding. Selain itu, ada tambahan pembangunan bagian inti keraton yang kini dipakai sebagai tempat tinggal raja.
Meski kini tak semegah Keraton Yogyakarta dan Solo, Keraton Kasepuhan tetap menarik untuk dikunjungi. Beragam benda kuno tersimpan, mulai dari Lukisan Prabu Siliwangi hingga Ukiran Kama Sutra serta berbagai macam gamelan kuno.
Sumber berita Kompas.com
No comments:
Post a Comment