Mengawal dan
memberikan jaminan keselamatan bagi presiden dan wakil presiden adalah
tugas utama bagi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Untuk
menjamin keselamatan itu, Paspampres pun kerap membuat standar keamanan
sangat ketat di sekeliling presiden atau wakil presiden yang masuk
kategori very very important person (VVIP).
Tak heran jika Paspampres kemudian diibaratkan sebagai perisai hidup
simbol negara. Untuk itu, Paspampres mempersiapkan segala prosedur
pengamanan terhadap VVIP yang dilakukan dalam jarak dekat, pengamanan
perjalanan, keamanan makanan dan medis, hingga penyelamatan VVIP dalam
kondisi darurat.
Mantan Komandan Paspampres era Presiden Megawati Soekarnoputri,
Letnan Jenderal (Purn) Nono Sampono, bercerita betapa repotnya melakukan
pengamanan bagi orang nomor satu di negeri ini. Pasalnya, Nono
mengungkapkan, keselamatan presiden dan wakil presiden bukan hanya
tanggung jawab dari TNI, melainan juga menyangkut prestise sebuah negara
di mata dunia. "Kalau ada apa-apa, Panglima TNI yang akan digantung karena ini
menyangkut nama negara," ujar Nono saat dihubungi, Kamis (7/8/2014).
Dalam sebuah pengamanan normal, lanjut Nono, Paspampres biasa
menerapkan pola pengamanan tiga ring. Ring pertama adalah pengamanan
yang paling dekat dengan VVIP. Ring kedua dan ketiga berada di lapis
luar sekitar VVIP, yang biasanya dijaga oleh TNI dan Polri.
Setiap presiden dan wakil presiden mendapat pengawalan dari sekitar
300-400 personel dengan jam kerja bergiliran. Menurut Nono, jumlah
pengawalan yang melekat ini bisa berubah-ubah setiap waktunya bergantung
pada kebutuhan dan tingkat ancaman yang ada. Namun, dia menegaskan, untuk beberapa acara seperti upacara 17
Agustus, peringatan HUT TNI, atau upacara menerima tamu kehormatan,
sudah ada standar yang tak bisa diubah oleh siapa pun meski presiden
berganti.
Meski demikian, Nono menyadari setiap presiden memiliki gaya
kepemimpinan yang berbeda pula. Pada zaman Presiden Soeharto, misalnya,
Paspampres diberdayakan secara maksimal. Bahkan, pengamanan presiden
melibatkan satuan Koramil dan Kodim wilayah.
"Lalat pun nggak bisa masuk Istana kalau zaman Pak Harto," seloroh Nono.
Menyesuaikan dengan kemauan kepala negara
Semenjak zaman reformasi bergulir, Istana menjadi lebih terbuka. Pada
masa Presiden Megawati, Nono menuturkan, pihaknya kerap dibuat pusing
dengan keinginan Megawati yang spontan ingin makan nasi goreng di
pinggir jalan hingga blusukan ke pasar-pasar tradisional."Menghadapi keinginan presiden itu, kita harus selalu siap menyesuaikan," ujar Nono.
Misalnya, Megawati tidak suka pengamanan berlebihan saat melakukan
tinjauan ke pasar. Dia juga sering bersalaman dengan masyarakat dari
dalam mobil. "Kalau sudah begitu, kita melakukan penebalan pengawalan di
sekitarnya. Pokoknya, Paspampres terbiasa menyesuaikan setiap gaya
presiden," katanya.
Oleh karena itu, Nono mengaku tak terlalu khawatir akan keinginan
Jokowi untuk tak mau dikawal secara berlebihan. Menurut dia, Paspampres
pasti memiliki cara dalam menjamin keselamatan presiden dan wakilnya.
"Hanya semakin tidak mau dikawal, semakin ekstra kerja keras
Paspampres. Konsekuensinya memang begitu. Maka dari itu, pasti ada
pembicaraan antara Komandan Paspampres, Sesmil, dengan presiden dan
wapres terpilih soal pengamanan," ungkap Nono.
Dia pun meminta apabila nantinya memang benar-benar diberikan tampuk
kekuasaan tertinggi di negeri ini, Jokowi juga bisa memahami tugas
Paspampres. Jokowi harus menyadari akan risiko ancaman keselamatan
terhadapnya yang semakin meningkat begitu menjadi presiden.
Sumber berita Kompas.com
No comments:
Post a Comment